Baper adalah gejala ketika seseorang terlalu terbawa oleh, atau
tenggelam dalam, perasaan sehingga kehilangan sebagian dari daya
nalarnya atau daya kritisnya. Dalam bahasa umum, ini adalah gejala yang
dalam falsafah jawa disebut rumangsa bisa nanging ora bisa rumangsa, “terlalu merasa bisa, merasa punya, merasa paling ini dan itu tapi tidak bisa mengukur diri, tidak tahu diri.”
Perasaan itu ndak
ada parameter objektifnya kecuali ketika perasaan itu dihadapkan dengan
fakta. Ya boleh saja, misalnya, merasa diri memiliki kegantengan
maksimal, meski faktanya ketika engkau berpose dalam foto bersama
kawan-kawan, kehadiranmu justru merusak pemandangan. Atau misalnya,
karena engkau terlalu sering nonton bokep, maka melihat croping
foto selfie wajah wanita dengan kepala agak menengadah dengan ekspresi
merem dan bibir rada merekah, engkau merasa mukanya adalah muka ramah
syahwat, padahal sebenarnya dia sedang selfie saat bebelen dan susah mengeluarkan tinjanya. Nah, itu contoh ringan bagaimana baper bisa membiaskan persepsi kita.
Dalam
skala yang lebih serius, khususnya dalam konteks catut-mencatut ini,
baper berpotensi melahirkan daya rusak yang tinggi pada kualitas mental
dan spiritual manusia. Berdasarkan pengamatan selama beberapa pekan
terakhir, paling tidak ada tiga kategori baper yang menimbulkan tindakan
mencatut dan berpotensi destruktif bagi kemaslahatan hidup.
Pertama, baper saat menyampaikan apa yang dirasakan dan dianggapnya sebagai sesuatu yang benar.
Karena
merasa benar dalam menyampaikan kebenaran, maka ia lupa bahwa
kebenaran itu ada banyak segi ketika berada dalam ranah pemahaman
manusia. Dan walaupun misalnya yang disampaikan adalah kebenaran, tetapi
jika disampaikan dengan cara yang tidak benar, itu pun bisa menjadi
masalah. Tetapi, orang yang bapernya terlalu merasa sudah paling benar
seringkali mengabaikan fakta bahwa cara penyampaiannya tak benar dan
bisa sangat menyakiti banyak orang. Celakanya, karena sudah merasa
benar dan sah, maka ia lantas mengatasnamakan diri sebagai otoritas
kebenaran–bahasa lainnya, ia mencatut anggapannya sendiri tentang
kebenaran sebagai kebenaran mutlak.
Orang seperti ini, walau
kemudian terbukti bersalah, atau menyakiti orang, akan sulit minta maaf.
Ia akan punya banyak alasan untuk berkelit, kalau perlu menyertakan
dalil atau ayat ilahiah yang berjubel-jubel.
Kedua, baper yang lebih spiritual karena berkaitan langsung dengan ketuhanan.
Ada
sebagian orang yang banyak ibadah, dan bahkan saking taatnya beribadah
ia merasa harus “mengibadahkan” semua hal: dari pakaian, bahasa, sampai
ritual, berdasarkan penafsirannya sendiri tentang hal-hal yang diridhoi
Tuhan, hingga ke titik ia baper yang ilahiah: merasa tahu persis apa
yang dikehendaki Tuhan.
Ia lalu mendefinisikan Tuhan, dan
kehendak-Nya, adalah begini dan begitu. Jika baper ini tak terkendali,
ia akan berani mencatut nama Tuhan demi menguatkan penafsirannya. Ia
merasa tahu bahwa karena Tuhan memiliki sifat begini maka akan begini,
dan biasanya apa-apa yang dianggap baik akan dinisbahkan untuk mendukung
penafsiran dirinya dan lupa bahwa Tuhan tidak tergantung pada anggapan
manusia.
Untuk jelasnya ada kisah satire bagus dari kaum sufi
tentang bagaimana baper dalam memahami ketuhanan ini bekerja menipu
seseorang hingga ia merasa seolah-olah Tuhan selalu mendukung dirinya:
Seorang
sarjana agama mengadakan perjalanan bersama seorang fakir naik perahu
menyeberang lautan. Lalu tiba-tiba datang badai besar, menyebabkan
perahu yang tidak begitu besar itu pontang-panting diayun ombak besar.
Sarjana agama itu tampak tenang, khusyuk berdoa, sedangkan sang fakir
menggigil ketakutan di buritan.
Melihat kawannya ketakutan, sang
sarjana agama berkata kepadanya, “Jangan takut, Sobat, Allah Maha Besar,
lebih besar dari ujian ini.”
Sang fakir menjawab dengan gemetar, “Iya, Allah Maha Besar, tapi perahu ini kecil …”
Sarjana
itu kemudian berusaha menenangkannya lagi, bicara tentang pentingnya
iman kepada kekuasaan dan kebaikan Tuhan. “Jangan berlebihan takutmu.
Apakah engkau tidak pernah membaca bahwa Allah adalah Maha Dermawan?
Allahu Kariim.”
Sang fakir menjawab, masih dengan menggigil,
“Itulah persisnya yang aku takutkan. Allah Maha Dermawan, dan bisa saja
karena begitu dermawannya pada semua makhluk, Dia memberi makan ikan hiu
dengan mayat kita…”
Jadi dalam baper kedua ini, orang akan merasa
paling didukung Tuhan, sehingga ia bersikap seolah-olah membatasi
Rahmat dan Kedermawanan-Nya hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Dengan
kata lain, ia merasa lebih mulia daripada makhluk lain karena merasa
lebih dekat. Pada gilirannya, dia merasa keinginannya akan selalu
dikabulkan Tuhan, atau keinginannya sudah sama dan sebangun dengan
keinginan Tuhan– tanpa sadar ia telah mencatut nama Tuhan untuk egonya,
Ketiga, baper asmara. Ini berpotensi merusak kemampuan untuk mendapatkan pasangan.
Ada
dua gejalan dalam baper jenis ini. Pertama-tama, karena baper, kadang
ketika ada orang lain memberi perhatian lantas ditafsirkan orang itu
mulai menyukai dirinya, padahal boleh jadi memang orang itu suka
perhatian kepada semua orang, bukan hanya pada si aktivis baper itu.
Jika kemudian aktivis baper tahu perhatiannya tak hanya kepada dirinya
saja, boleh jadi ia sangat kecewa, lalu ngenes karepe dewe.
Kedua, baper yang menyebabkan dirinya menjadi jomblo yang sejak dalam
pikiran merasa kejombloannya akan tambah lama. Biasanya ini terjadi
ketika orang mulai suka pada seseorang tetapi terlalu merasa dirinya
tidak pantas, sehingga yakin cintanya bertepuk sebelah tangan. Jika
bapernya tambah akut, ia akan merasa sudah ditolak bahkan sebelum
menyatakan cintanya. Istilah mistisnya adalah “jomblo sakdurunge
winarah.” Jika gejala ini ndak sembuh-sembuh, insya Allah ia akan awet dalam kesendirian.
Demikianlah, tanpa sadar ia mencatut prasangkanya sendiri yang menyebabkan status lajangnya susah berubah.
Jadi,
baper berpotensi destruktif dalam tiga aspek fundamental dalam
kehidupan manusia. Baper yang tak terkendali bisa merusak relasi sesama
manusia (hablum minannas), merusak relasi dengan Tuhan (hablum minallah) dan merusak relasi asmara. Waspadalah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar